[#3] Malaikat yang Menyembunyikan Sayapnya

Photo by Lina Trochez on Unsplash

Bagian #3

Malaikat Milik Ayla

Ayla melepaskan pelukanku sembari menatap sesuatu yang terlihat dari sudut jendela rumah. “Apakah aku boleh meminta waktumu ris? Aku ingin mengajakmu pergi ke sana” tanya ayla sambil menunjuk bukit yang ada dibelakang rumah. Akupun mengangguk sambil mengusap sedikit airmataku yang masih membasahi pipiku tadi.

“Maaf rokokmu aku bawa kesini, kalau kamu mau merokok gapapa kok, mungkin ini yang bisa membuatmu lebih tenang untuk saat ini, daripada kamu mainan tali tambang lagikan gak lucu” ucap ayla untuk membuka obrolan setelah sampai di puncak bukit dengan sedikit senyum mengejek. “Dengar-dengar ini tempat favoritmu dengan ibumu dulu ya?” Tanya ayla dengan penuh senyum. “Iya.. ini tempat favorit kami dulu” jawabku.

Ayla pun mulai bercerita tentang kisah hidupnya setelah aku selesai menyalakan sebatang rokok yang ia bawakan tadi, “Aku jadi ingat ketika pertama kali ibu mengajakku pergi mendaki ke gunung semeru, em… meskipun tidak sampai menginjakkan kaki dipuncak, tapi aku sangat senang saat itu. Ibu juga selalu menceritakan tentang bagaimana masa kecilnya yang sangat menyedihkan, sembari mengusap kepalaku lalu dia menatapku dengan sangat lama sampai aku jadi salah tingkah.”

“Benarkah?” Tanyaku kepada Ayla.

“Ya.. Ibuku benar-benar manusia tangguh, meskipun diusia yang sudah tidak lagi muda, dia selalu menyempatkan waktu untuk mengajakku pergi mendaki gunung karna itu memang hobinya dari dia masih perawan, tidak seperti ayah yang setiap hari waktunya hanya habis untuk pergi ke kantor, ya.. memang sih aku sangat-sangat butuh uang untuk hidup, tapi aku juga butuh waktu dan perhatian dari ayah jugakan?” Jawab Ayla sambil menatapku tajam.

“Sesibuk itukah ayahmu?” Tanyaku dengan penuh rasa penasaran.

“Ya begitulah” cetus Ayla sembari melanjutkan ceritanya. Sampai di suatu hari, tepatnya 10 tahun yang lalu, aku dan ibuku mencoba menyempatkan waktu untuk mendaki Gunung Semeru lagi. Aku ingat satu kalimat yang diucapkan Ibu ketika kami sedang beristirahat di Ranukumbolo.

“Jadilah anak yang pintar, mandiri, kuat dan semangat. Kamu tidak boleh mengeluh dan putus asa, jika ibu tidak bisa menemanimu lagi, kamu harus tetap kuat ya. Jaga ayah dan adikmu untuk ibu”

Hah.. aku tidak tau kalau itulah pendakian dan percakapan terakhir antara aku dan ibuku, karena setelah itu ibu harus jatuh ke jurang karena menolongku yang terpeleset. Ibu rela menyelamatkanku meski dengan mengorbankan dirinya sendiri. Setelah mendengar kejadian itu, ayah juga merasa sangat terpukul. Ia bahkan sampai rela resign dari pekerjaanya agar bisa menjagaku dan juga bisa ikut mencari keberadaan ibu.

Tapi kehendak tuhan tidak sama dengan apa yang aku harapkan, ibu akhirnya ditemukan setelah 3 hari pencarian meski nyawanya tidak dapat tertolong. sempat mengira ibu masih hidup, para regu penyelamat mencoba untuk mengangkat dari celah-celah tebing, namun ibu benar-benar telah meninggalkan aku dan ayah waktu itu.

Salah satu regu penyelamat sempat menemukan suatu barang yang tepat berada di tas ranselnya. Ibu ternyata membawa sebuah jam tangan berwarna coklat dengan sebuah surat kecil meski sudah sedikit lusuh. Jam tangan itu adalah barang yang sedang aku impi-impikan pada waktu itu, ia ingin menghadiahkan kepadaku setelah sampai dipuncak mahameru.

Memang benar…

Seorang Ibu memang tidak pernah berhenti untuk membahagiakan dan mewujudkan mimpi anak-anaknya. Setelah ayah mendengar kabar bahwa ibu telah ditemukan, ayah langsung bergegas untuk pergi ke sana. Tapi naas, Ayah juga menyusul ibu karena kecelakaan. Waktu itu aku benar-benar hancur, aku benar-benar kalah! Luka itu benar-benar membuatku berantakan.

Kenapa aku harus kehilangan kedua orang yang paling aku sayang dalam waktu yang sangat dekat? Semua saudaraku juga tidak mengharapkan kehadiranku dalam hidupnya sehingga aku sering di lempar dari satu orang ke orang lain, dari tempat satu ke tempat lain.

Ah.. benar-benar menyakitkan!

Suatu hari saat seluk beluk kehidupan ini dimulai, seperti biasa, tidak ada seseorang pun yang menganggap aku ada. (Berjalan dan memperhatikan sekitar, lalu menghela nafas dan menundukan kepala). Setiap hari aku juga selalu menyalahkan takdir tuhan. Ya.. aku memang orang yang tak pandai bersyukur, tapi kehidupan seperti ini membuatku sangat lemah dalam segala hal. Hidupku hampa layaknya kotoran yang tak diinginkan dan dibutuhkan, benar-benar tidak berguna!

Aku bisa tertawa kepada semua orang, tapi kenapa tidak ada yang mau tersenyum kepadaku saat itu? Apakah aku tidak pantas untuk sekedar hidup layaknya orang biasa? Tapi aku harus yakin! Aku harus bisa mewujudkan harapan terakhir ibu. Aku harus jadi anak pintar, Aku harus jadi anak mandiri, Aku juga harus jadi anak yang kuat! Demi Ibu.

Semenjak itu, setiap waktu yang terlewat kulakukan dengan terus belajar dan berusaha menunjukan pada dunia bahwa aku itu ada. Aku pantas untuk dianggap oleh orang lain! Mungkin dulu langit boleh menertawakan hidupku, dan hujan boleh seenaknya menenggelamkanku. Tapi sekarang aku percaya bahwa doa ibuku lebih luas dari pada laut, lebih tinggi dari langit dan lebih besar dari alam semesta.

…..

Kebanyakan orang ingin bermimpi melihat sosok malaikat, tapi aku adalah orang yang paling beruntung karena telah menghabiskan banyak waktu dengan seorang malaikat hingga kepergiaannya

Selamat Tinggal Masa Lalu

Air mata yang sedari tadi ditahan oleh Ayla sekarang mulai membasahi pipinya, ah.. aku tak bisa membayangkan apa yang dilalui Ayla selama 10 tahun terakhir.

Entah kenapa… Aku tiba-tiba teringat ketika ibu dan adikku harus menyusul kepergian ayah tepat 7 hari yang lalu. Ya… Ibuku juga meninggal karena berusaha melindungi adikku yang hampir tertimpa reruntuhan ranting pohon yang tumbang karena hujan deras dan angin kencang minggu lalu.

Ibu benar-benar sosok manusia yang penuh dengan keberanian ya. Ibu rela memasang badannya tepat diranting pohon yang mau mengenai adikku azkha. Tangannya terus menggenggam azkha dengan erat meski tubuhnya sudah pucat, merah penuh dengan darah.

Ibu benar-benar sekuat tenaga melindungi buah hatinya, meski puing-puing reruntuhan tadi telah melukainya dengan sangat tragis dan telak. Ya, meski pada akhirnya aku harus kehilangan keduanya, tapi aku belajar banyak hal dari ibu. Belajar tentang apa itu cinta, belajar tentang apa itu kasih sayang, dan belajar tentang apa itu pengorbanan.

“Heh.. astaga” aku terkejut karena dikagetkan Ayla.

“Jangan melamun, nggak takut diculik hantu emang? haha..” ejek Ayla.

“Haha.. enggak kok, aku gak melamun, aku hanya teringat kepergian ibuku setelah kamu bercerita tadi” jawabku

“Maaf ya, aku membuatmu sedih lagi gara-gara ceritaku” ucap ayla sambil meraih tanganku.

“Iya gapapa, aku cuma sedih karena aku hanya hidup sendiri sekarang” gumamku dengan nada sedih.

“Kata siapa kamu hanya sendiri? Kan masih ada aku sekarang! Kamu ingat janjiku sebelum aku pindah ke luar kota dulu?” Tanya ayla sambil memegangi tanganku.

“Janji apa?” Tanyaku.

“Aku pernah berjanji akan menemani sisa ceritamu bagaimanapun keadaanmu sekarang” ucap Ayla.

“Seperti mata dan tangan?” Sela ku.

“Ya.. seperti mata dan tangan, saat tangan kita terluka, mata kita akan ikut menangis karna rasa sakitnya. Dan saat mata kita menangis, tangan kita akan selalu mengusap dan menyembunyikan luka itu.” Jawab Ayla sembari membelai tanganku.

“Selamanya?” Tanyaku penuh haru.

“Ya.. selamanya! maafkan aku karna baru sekarang aku bisa menemani langkahmu lagi setelah sekian lamanya aku meninggalkanmu dulu.” ucap Ayla sambil mengusap air matanya yang sedikit meleleh.

“Kamu tak perlu meminta maaf Ay, aku yang justru berterima kasih atas semua yang telah kamu berikan, Terima kasih karena kamu telah menjadi sahabat terbaik, terima kasih juga karena kamu telah menjadi pengganti Ibu setelah aku harus kehilangan semua keluargaku.” Jawabku penuh sendu.

Ayla tertawa sambil berkata “Aku tidak akan pernah mungkin bisa menggantikan Ibumu sampai kapanpun, karena seorang Ibu akan selalu melekat di dalam hati terdalammu, biarkan aku menjadi kakak angkatmu saja, lagi pula kita cuma selisih setengah tahun, aku belum siap dipanggil Ibu oleh orang lain, mukaku masih terlalu muda untuk itu haha..”

Aku tersenyum dan tertawa sembari memeluk kakak baruku dengan erat. Hah, aku jadi teringat saat pertama kali tuhan mempertemukanku dengannya saat masih di sekolah dasar dulu. Ayla adalah teman satu kelas pertama yang mau merangkul dan menolongku saat aku dibully oleh teman-teman sekelasku dulu. Karena pertolongannya itu, aku jadi lebih berani melawan dan berontak saat diejek dan dibully ketika di sekolah dulu.

Ya, serasa punya backingan anak presiden deh haha…

Hah…sekarang aku bersyukur.

Terima kasih banyak Tuhan.

Terima kasih karena engkau telah memberikan sahabat yang terbaik. Terima kasih karena engkau telah memberikan hadiah terbesar tepat di ulang tahunku yang ke dua puluh ini.

Sekali lagi, terima kasih Banyak.

…..

“Each friends represents a world in us, a world possibly not born until they arrive, and it is only by this meeting that a new world is born (Setiap teman mewakili dunia kita, dunia yang mungkin belum terlahir sampai mereka tiba, dan hanya dengan pertemuan inilah dunia baru lahir)” ~ Anais Nin

…..

lanjut bagian 4…

Penulis: hanya.bungsubiasa_

One thought on “[#3] Malaikat yang Menyembunyikan Sayapnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *