[#4] Malaikat yang Menyembunyikan Sayapnya

Photo by Axel Holen on Unsplash

Bagian #4

Tujuan Hidup?

Senyuman yang sangat mengagumkan. Ya, suasana pagi ini terasa sangat berbeda dari hari-hari sebelumnya. Burung-burung terbang dengan indah seakan mengajakku berbicara dengan ciutan melodinya.

Apakah rasa tenang ini adalah jawaban dari tuhan setelah aku mencoba untuk mengikhlaskan kepergian ibu? Hah.. pagi ini memberiku semangat baru sekarang, mungkin benar kata Ayla, hari ini adalah saatnya aku menutup lembaran lama yang penuh kesedihan agar aku bisa lebih tegar dan kuat dalam menghadapi lembaran hidup berikutnya.

Tak lama ketika aku sedang menyiram tanaman di depan rumah, Ayla datang membawa sebuah rantang berwarna biru tua seperti yang biasa ibu bawakan kepadaku dulu.

“Hay Ris.. selamat pagi, aku membawakanmu sedikit makanan, pasti kamu belum makan siang ini?” Tanya Ayla sambil meletakkan rantang itu di meja depan rumah.

“Wah.. Terima kasih Ay, tau aja kalo aku udah laper dari tadi” jawabku sambil berlari menghampiri rantang biru tua itu.

“Tapi maaf nih Ay, kamu kesini emang cuma bawa makanan doang? Sekalian minumannya dong, pelit amat” ucapku sedikit meledek.

” Wah.. diberi hati malah minta jantung kamu ya!” Jawab Ayla sambil tertawa dan tersenyum manis. Tak lama berselang Ayla mulai berdiri dan memandangi satu persatu foto-foto yang tepat berada diatas kepalanya itu.

“Apakah itu fotomu dulu ris?” Tanya Ayla sambil menunjuk salah satu foto yang tepat berada di pojok ruangan.

“Ya, itu fotoku ketika masih TK dulu, cantik kan? Saat masih kecil dulu aku ingin sekali bisa menjadi dokter, maka dari itu Ibu berusaha menyewakan pakaian dokter itu untukku” Jawabku

“Oh begitu, lalu apa yang kamu ingin lakukan di waktu kedepannya? Apakah kamu masih ingin mewujudkan cita-citamu dulu?” Tanya Ayla.

“Ah entahlah Ay, sepertinya aku harus mengubur mimpi itu!” Gumamku.

“Kenapa?” Tanya Ayla.

“Aku ingin belajar hidup mandiri sekarang, aku harus bekerja untuk bisa memenuhi kebutuhanku sehari-hari. Lagipula kalau aku tetap memaksakan kuliah aku belum tentu bisa menjadi dokter kan?” Cetusku kepada Ayla.

“Aku jadi Ingat salah satu pesan Ibuku saat aku ingin memutuskan berhenti sekolah dulu, Tujuamu menuntut ilmu bukan agar kamu bisa menjadi apa-apa, tapi agar kamu lebih bijak dan lebih layak dalam menjalani kehidupan. Kamu harus tetap Kuliah Ris, Jangan biarkan keadaanmu menghancurkan mimpi dan hidupmu sekarang, Ibumu pasti bangga jika kamu tetap mau berusaha mewujudkan mimpimu itu.” Jawab Ayla dengan lantang.

“Ah.. Aku sudah sangat bosan dengan dunia pendidikan, aku ingin bekerja saja sekarang. Toh ujung-ujungnya aku juga hanya jadi Ibu rumah tangga biasa bukan?” Sahutku.

“Hmm.. pernyataanmu memang tidak salah ris, tapi apakah kamu tidak ingin mewujudkan mimpi itu untuk ibumu? Jangan sia-siakan semua perjuangan yang telah Ibumu berikan agar kamu bisa menempuh pendidikan dan menggapai mimpi-mimpi itu.” Cetus Ayla dengan sedikit nada tinggi.

“Aku jadi ingat masa-masa beratku dulu. Ya, setelah Ibu dan Ayah meninggal hidupku sangat-sangat berantakan, bahkan mungkin aku kehilangan tujuan hidup saat itu. Tapi setelah aku tahu bagaimana perjuangan Ibu dan Ayah dulu, aku tersadar bahwa aku dilahirkan dibumi bukan hanya untuk sekedar hidup. Maka dari itu, Aku sedikit demi sedikit belajar berdagang agar bisa menghasilkan uang untuk melanjutkan mimpi yang dulu pernahku buang.” Ucap Ayla sembari memegangi tanganku.

“Memang apa cita-citamu Ay?” Tanyaku.

“Aku ingin bisa menjadi guru, aku ingin bisa berbagi pengalaman dan ilmu kehidupan kepada banyak orang. Yah, meskipun sekarang juga belum tercapai, setidaknya aku punya tujuan hidup agar aku bisa menentukan langkahku kedepannya. Tidak harus terburu-buru, toh hidup ini juga bukan lomba lari bukan?” Ucap Ayla.

“Hah, Aku juga ingin bisa mewujudkan mimpiku itu untuk ibu. tapi aku bingung, jangankan untuk biaya kuliahku, untuk biaya hidup sehari-hari saja aku masih sangat kewalahan. Andaikan aku dulu mau menabung seperti yang diucapkan Ibu dulu, pasti sekarang aku tidak sebingung ini.” Ringikku.

“Apakah kamu benar-benar ingin bekerja? Melelahkan loh.” Tanya Ayla.

“Bingung sih, tapi aku ingin mencari kerja deh, hitung-hitung mencoba dunia baru.” Jawabku sembari meyakinkan Ayla.

“Gimana kalau kamu bantu-bantu aku jualan bakso, memang sih tempatnya kecil, gajinya juga nggak banyak. Tapi bisa untuk sementara waktu sembari kamu mencari pekerjaan lain. Hitung-hitung kamu belajar bikin bakso, katanya kamu ingin bisa buat bakso seenak ibumu dulu.” Ucap Ayla menawarkanku.

“Emang boleh?” Tanyaku.

“Bolehlah, kenapa tidak! Siapa tahu ini bisa jadi langkah awal yang baik untuk masa depanmu.” Jawab Ayla.

“Terima Kasih banyak Ay, kamu memang orang baik. Pasti ibumu disana sangat bangga punya anak sebaik kamu.” Ucapku sambil membelai wajah ayla.

“Sama-sama Ris, Ibumu pasti juga sangat bangga di surga sana karena bisa melihat kamu bangkit dan mampu melewati masa terpuruknya. Tetap semangat ya! Hidup punya pasang dan surut, tidak selamanya kamu bisa menikmati kebahagiaan dan sukacita, ada masanya kamu perlu merasakan kesedihan, kegagalan, kekecewaan dan keterpurukan. Tapi kamu juga tidak boleh lupa, Kesulitan sering mempersiapkan orang biasa untuk takdir yang luar biasa.” Ucap Ayla dengan penuh senyum.

…..

“Sampai kamu hancur, kamu tidak akan tahu terbuat dari apa dirimu, ini memberimu kemampuan untuk membangun dirimu lagi, tetapi lebih kuat dari sebelumnya.” ~ Melissa Molomo

….

Penulis: hanya.bungsubiasa_

One thought on “[#4] Malaikat yang Menyembunyikan Sayapnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *