#2 Pentingnya Peran Orang Tua untuk Ekonomi Hidup

Photo by Kelli McClintock on Unsplash

Hallo Sahabat Basantara, berikut adalah uraian lanjutan tentang pentingnya parenting finansial untuk anak. Untuk teman-teman yang belum membaca bagian sebelumnya, bisa cek disini.

4. Hanya Diajari Meminta t api Tidak Pernah Memberi

Jika dapat memilih, kita akan lebih bangga memiliki anak yang suka memberi atau malah hanya suka meminta-minta uang dan berbagai bentuk belas kasihan dari orang lain?

Tentu kita ingin anak kita mampu menjaga tangannya untuk selalu di atas, kan? Namun tanpa sadar, sebagai orang tua kita kadang justru mengajarkan kebalikannya. Contoh yang bisa kita pahami:

– Pantang menyuruh anak untuk meminta THR pada siapa pun

Oke.. Hari raya dan THR memang sudah menjadi hal yang lumrah dalam masyarakat kita. Akan tetapi, penting untuk kita tidak secara sengaja menyuruh anak meminta-minta uang pada siapa pun.

Jika nenek, kakek, atau tante dan omnya memberikan uang, tentu anak harus menerimanya dengan penuh rasa syukur. Anak juga tak boleh lupa untuk bilang terima kasih. Namun jangan sampai kita berkata kepada anak “Sana, pergi ke rumah Nenek (atau saudara yang lain) biar dapat uang.” Atau, menyindir keluarga yang tak memberikan uang di hari raya agar segera memberikannya pada anak.

Di luar hari raya pun, aturan ini tetap berlaku. Jangan mengajak anak mengunjungi rumah kakek dan neneknya setiap akhir pekan dengan iming-iming ia akan mendapatkan sejumlah uang. Nanti anak tumbuh dengan karakter tidak tulus dan mata duitan.

– Jika anak meminta uang untuk membeli barang di luar kebutuhan sekolah, anak harus diajarkan untuk “bekerja” dulu.

Tentu arti bekerja di sini tak sama dengan bekerjanya orang dewasa, apalagi kita sebagai orang tuanya yang wajib mencari nafkah. Namun paling tidak, anak harus berusaha terlebih dahulu. Bukan hanya dengan asal meminta uang berapa pun jumlahnya lalu kesal jika tidak dipenuhi.

Kita dapat menugaskan anak untuk membantu pekerjaan rumah tangga. Pokoknya, tugasnya disesuaikan saja dengan usia dan kemampuannya. Kalau anak sudah lebih besar dan kita memiliki usaha sendiri di rumah, anak juga bisa diminta membantu.

Misalnya, menjaga warung sebelum dan sesudah ia bersekolah. Ini penting agar anak mengerti ada kerja keras di balik setiap uang yang diperolehnya sehingga dia akan lebih menghargai nilai uang.

– Ajarkan anak untuk berbagi dengan uangnya sendiri

Sudah bagus kalau orang tua kita selalu mengajari anak untuk menabung. Namun yang tak kalah penting ialah mengajarinya cara terbaik untuk menggunakan tabungannya.

Sekalipun dia juga berhak menggunakan uangnya untuk membeli mainan atau keinginan-keinginan pribadinya. Tapi sebaiknya anak harus diajari untuk mengalokasikan sebagian uang atau tabunganya untuk berbagi.

Bukan malah selalu menggunakan uang orangtua padahal tabungan anak juga sudah banyak.  Contohnya, saat anak hendak menjenguk temannya yang sakit. Minta anak agar membeli buah tangan untuk si sakit dengan uangnya sendiri. Kalau tabungan anak tidak cukup, baru orangtua menambahi kekurangannya.

– Didik anak agar tak merasa iri pada temannya yang lebih berpunya

Selama anak masih suka iri pada orang lain, dia akan merasa lebih layak untuk dikasihani. Anak akan tumbuh menjadi pribadi yang selalu ingin diberi dan tak sadar untuk ganti memberi.

Oleh karena itu, sejak dini kita wajib mengajari anak tentang rasa syukur dan cukup akan apa yang telah dimiliki. Jangan terus melihat pada kehidupan orang lain yang lebih berpunya.

Bila pun masih ada hal-hal yang belum kita miliki, kita harus mau bekerja keras agar kelak mampu mendapatkannya. Bukan sekadar menjadi kesal pada keberuntungan orang lain.

– Ajari anak pengelolaan uang yang baik dan kemampuan mengendalikan keinginan

Salah satu sebab seseorang bermental peminta-minta ialah kondisi keuangannya yang gak sehat. Sekalipun sebenarnya penghasilannya besar, ia bisa tetap suka meminta-minta bila tidak mampu mengelolanya dengan baik.

Gajinya selalu habis dengan sangat cepat untuk membeli barang-barang yang gak penting. Makanya, anak perlu belajar mengelola keuangannya dengan sebaik mungkin.

Pastikan anak paham mana kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Anak juga harus bisa mengukur kemampuannya. Kendalikan keinginan agar tak melebihi kemampuan, bukan justru dirinya dikendalikan oleh keinginan.

Dengan begini, saat dewasa, anak akan merasa cukup berapa pun uang yang dimilikinya. Bukan justru sedikit-sedikit meminta uang pada orang lain.

5.Motivasi Itu Tidak Perlu, Nasibmu Tergantung Takdir

Kalian pasti sering sekali mendengar orang tua yang mengatakan “mau sekeras apapun kamu berusaha, kalau kamu memang ditakdirkan untuk miskin ya kamu bakalan miskin.”

Iyakan?

Padahal nasib dan takdir kan jelas” berbeda.

Nasib dan takdir adalah dua ketetapan yang telah ditentukan oleh Tuhan. Namun keduanya itu berbeda. Jika takdir itu lebih kepada ukurannya, sedangkan nasib adalah hasilnya.

Gimana maksudnya?

Manusia tidak akan pernah tahu akan nasibnya didunia ini, dari situlah kita sangat dianjurkan untuk berusaha. Semua yang terjadi di dunia ini pasti ada ukuran dan ketentuannya (Takdir). Tetapi jangan sampai kemudian dengan adanya ukuran dan ketentuan ini membuat kita enggan untuk berusaha, berjuang dan berdoa.

Segala nasib manusia didunia ini bisa diubah, tinggal bagaimana dan kapan kita mau memulainya. Tumbuhkan kesadaran, tetap optimis, bekerja keras dan berdoa adalah kunci dari semuanya.

Jadi jangan jadikan ungkapan itu agar hal tersebut tidak selalu menjadi sebuah pembenaran oleh sang anak.

6. Kita Nggak Bisa Sukses Kalo Kita Gak Punya Orang Dalam

Tak bisa dipungkiri, untuk sukses kadang kita memang perlu orang dalam, tapi tidak selamanya hal tersebut bisa dijadikan sebuah patokan.

Apalagi kita gunakan sebagai ungkapan kemarahan kita karna kita tidak bisa mendapatkan suatu pekerjaan yang kita impikan. Jangan jadikan pula untuk kita jadikan sebagai ungkapan kita karena kita merasa iri atas orang lain yang bisa mendapatkan sebuah pekerjaan.

Jangan sampai kalimat “Kalau gak ada orang dalam nanti kita gak bakalan sukses.” Nah hal itu benar-benar bisa terdoktrin kepada diri kita. karna itu akan menghambat perkembangan dan pertumbuhan kita sebagai manusia.

Orang dalam itu bisa membantu, tapi mungkin ini hanya di awal. selanjutnya tetap balik lagi ke diri kita sendiri, sanggup atau tidak kita berkecimpung di dunia yang kita masukin, baik itu dunia perkuliahan atau pun pekerjaan.

Daripada kalian berlindung dari rasa iri kepada orang lain, lebih baik kita kembangkan skill yang kita punya agar nantinya kita bisa pergunakan skill dan kemampuan itu di dunia kerja.

Udah pake orang dalam tapi kinerja kita itu ga bagus ya sama saja bukan? Pasti rekan kerja kita juga bakalan males untuk bekerja sama dengan kita di pekerjaan tersebut, yang ada kita hanya jadinya sebagai bagian pelengkap.

Hanya di suruh-suruh tapi bukan masuk bagian “penting” dari inti pekerjaan itu. Satu lagi, Kerjakanlah sesuatu hal yang benar-benar bisa dan sanggup kita kerjakan agar kita bisa ngejalanin hal tersebut tanpa beban ga kaya beban.

Rasa iri hati atau dengki akan memakan kebaikan sebagaimana Api membakar kayu bakar (HR. Abu Dawud).

Nah, itu sedikit hal yang bisa kita terapkan untuk bisa menciptakan generasi yang lebih siap dan lebih matang.

Penulis: AN

One thought on “#2 Pentingnya Peran Orang Tua untuk Ekonomi Hidup

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *