#1 Pentingnya Peran Orang Tua untuk Ekonomi Hidup

Photo by Kelly Sikkema on Unsplash

Hallo sahabat Basantara,

Masing-masing orang tua memiliki cara tersendiri untuk membesarkan anaknya, termasuk keputusan yang mereka ambil dan bagaimana cara pola asuh mereka.

Namun, terkadang ada orang tua yang tidak menyadari pola asuh dan keputusan apa yang sebenarnya harus diterapkan.

Sedangkan keputusan dan pola asuh adalah salah satu bagian terpenting dalam pembentukan tingkah laku dan kecerdasan anak.

Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu nature dan nurture. Psikolog Dr. Rose Mini Agoes M.Psi. menjelaskan:

Faktor nature merupakan pemberian Tuhan dan sulit untuk diubah, sementara faktor nuture merupakan faktor keputusan dan pengasuhan orang tua seperti nutrisi, simulasi, pola asuh dan lainnya.

Kedua faktor inilah yang sangat dibutuhkan untuk membentuk perilaku cerdas pada anak. Tapi jika kita teliti lebih dalam, kebanyakan masyarakat terutama di daerah desa/pelosok, kemiskinan itu secara tidak langsung diajarkan secara turun temurun hingga pada akhirnya hal itu bisa menjadi sebuah warisan.

Bahkan celakanya, warisan turun temurun ini bisa sampai ke puluhan generasi. Entah itu siapa yang mengajarkan, tetapi pada akhirnya hal ini sudah benar-benar menjadi mindset dan culture yang sangat sulit untuk diubah.

Kalian bisa lihat, Kenapa orang miskin malah memilih punya banyak anak? Ya, karena mereka lebih memilih kuantitas dari pada kualitas.

Bagaimana maksudnya? Gini..

Kebanyakan orang kaya itu punya 1 anak atau 2 anak aja udah cukup. Karena anak-anak itu akan mendapatkan perawatan yang terbaik. Mulai dari makanan yang bergizi dan berkualitas, perawatan yang layak meskipun sedikit mahal serta pendidikan yang terbaik karena mereka sadar bahwa tumbuh kembang dan pola pikir anak itu adalah hal yang utama.

Meskipun itu gak menjamin keberhasilan, tapi setidaknya itu memperbesar kemungkinan si anak untuk berhasil ketika dewasa.

Sedangkan orang miskin itu lebih fokus ke kuantitas. Misalnya, merekan memilih punya 7 anak dengan alasan anak adalah sumber rejeki dari Tuhan.

Meskipun mereka sendiri bingung mau dikasih makan apa, sekolahnya bagaimana, kesehatannya bagaimana. Namun, dengan dengan pengetahuan yang rendah mereka yakin kalo setidaknya ada 1 dari ke7 anaknya yang bisa berhasil dan ngebantu saudara-saudaranya yang lain.

Cara ini mungkin akan berhasil (jika terjadi sesuatu yang mendukung). Namun, cara ini cukup berisiko menciptakan kemiskinan dari generasi ke generasi. Bahkan, secara data pun lebih banyak yang gagal dan menciptakan kemiskinan ke generasi di bawahnya.

Jadi, simpelnya:

– Orang kaya = quality over quantity

(1 atau 2 aja juga cukup tapi berkualitas)

– Orang miskin = quantity over quality

(7 anak pun nggak masalah, walaupun bingung mau makannya gimana, tapi semoga ada 1 yang berhasil)

Namun juga perlu diingat, kalo ini bukan hanya satu-satunya penyebab. Masih ada aspek-aspek lain seperti pola pengasuhan, lingkungan dll. Lalu, apakah kemiskinan ini sebenarnya diciptakan dan diwariskan oleh orang tua mereka?

Nah untuk mengetahui itu, ada beberapa kebiasaan-kebiasaan atau cara-cara orang tua yang salah ketika mendidik dan mewariskan pendidikan kepada anaknya.

1. Cari Kerja Hanya untuk Makan Hari Ini

Kebanyakan orang tua selalu berkata “nak, yang penting kita bisa dapet rejeki untuk makan hari ini.”

Apakah ini salah? Tidak!! Dengan kalimat ini mungkin kita bisa mengajarkan tentang bersyukur dan menghargai apa yang kita peroleh pada saat itu.

Nah.. tapi tanpa disadari, kebiasaan itulah yang membuat anak-anak kita terdoktrin dipikiran anak-anaknya, padahal hal-hal lain seperti menabung, investasi, melipatgandakan aset juga salah satu hal yang harus kita ajarkan juga.

Dengan hal sederhana ini, anak anak menjadi terbiasa untuk berfikir “yang kita dapatkan hari ini habiskan hari ini, yang kita butuhkan besok kita pikir besok, kan rejeki udah diatur oleh Tuhan”.

Oke.. Rejeki memang sudah diatur, tapi kita juga harus sadar bahwa kalimat “Rejeki sudah ada yang ngatur” ini kalimat yang kurang lengkap sebenarnya.

Lalu apa yang benar?

“Berusahalah untuk berjuang mewujudkan mimpi-mimpi kalian, masalah hasil biarkan Tuhan yang mengatur”.

Nah, sering kali kata-kata ini hanya diambil sepenggal dan akhirnya kata-kata sepenggal itu didoktrin secara turun temurun. Seolah-olah kita tidak perlu berusaha, seolah olah kita nggak perlu memikirkan rejeki esok, kita seolah olah gak perlu memikirkan 5 tahun atau 10 tahun kedepan.

Kita seolah-olah nggak perlu belajar menyiapkan dana darurat, asuransi dsb. Yang jelas-jelas itu sangat kalian butuhkan di masa depan kita.

2. Uang Gak Dibawa Mati!

Memang kita semua tau, jika kita sudah memiliki uang, maka uang tersebut tidak akan ikut masuk bersama kita di liang kubur.

Tapi coba sekarang kalian bayangkan, jika yang meninggal masih memiliki banyak hutang. Baik itu tunggakan sekolah anak, cicilan rumah, cicilan motor yang baru dibayar setengahnya, bahkan pinjolnya juga sudah membunga sampai 10x lipat dari hutang awalnya.

Apakah itu tidak menyulitkan orang lain? Tentu ini sangat menyulitkan. Jadi, jangan sampai ucapan “Uang gak dibawa mati” itu dijadikan sebagai ungkapan rasa frustasi kita, ungkapan kemiskinan kita.

Sehingga seolah-olah kita menjadikan itu sebagai kata pamungkas lalu kita turunkan ajaran ini kepada anak-anak kita.

3. Berhemat

Kita sering sekali diajarkan untuk berhemat, tapi mereka lupa untuk mengajari kita untuk belajar menambah penghasilan, menambah income, memutarkan uang/investasi.

Jadi apakah berhemat itu salah? Tidak! Belajar berhemat itu juga penting agar kalian bisa memilih apa yang benar-benar kalian butuhkan dan apa yang sebenarnya hanya ingin kalian miliki.

Tapi kalian sadar nggak sih, berhemat itu juga tidak selamanya baik? Looh.. kok bisa? Ada beberapa alasan kenapa berhemat itu bisa jadi buruk:

– Berpotensi jadi pelit

 Walaupun hemat dan pelit ini berbeda, tapi garis pembatasnya sangat tipis, jadi kemungkinan kita bakal nahan pengeluaran demi mengumpulkan uang sebanyak banyaknya, padahal sebenarnya ada hal yang benar-benar kamu butuhkan pada saat itu.

– Kualitas hidup menurun

Karena demi menahan pengeluaran, akhirnya kita lebih cenderung memilih barang yang murah dari pada yang berkualitas.

– Terlalu cinta kepada uang

Hemat itu baik kok, tapi kita juga harus sadar bahwa sehemat-hematnya kita itu ada batasnya. Kita juga perlu sedikit mengeluarkan uang kita untuk berinvestasi terutama investasi leher ke atas seperti membeli buku, ikut seminar dll.

Tapi karna kalian terlalu cinta dengan uang, kalian tidak akan mau mengeluarkan uang untuk hal yang manfaatnya itu jangka panjang. Karena kalian hanya ingin uang yang kalian keluarkan sekarang harus kembali besok.

Lanjut bagian 2….

Penulis: AN

One thought on “#1 Pentingnya Peran Orang Tua untuk Ekonomi Hidup

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *